admin • Mar 16 2024 • 83 Dilihat
Oleh: Agus Prasmono, M.Pd.
(Alumnus Departemen Geografi Unversitas Negeri Malang/UM)
Kondisi udara dibeberapa kota besar di Indonesai semakin mengkawatirkan semua pihak. Data dari kementeria Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari salah satu stasiun pemantauan kualitas udara PM 2.5 di Jakarta yang menunjukkan bahwa rata-rata tahunan berada pada angka 34,57 ug/m3. Sedangkan Peraturan Pemerintah RI No 41 Tahun 1999 menetapkan baku mutu PM 2.5 tahunan pada 15 ug/m3. Artinya rata-rata tahunan yang direkam stasiun pemantau tersebut dengan jelas mengindikasikan adanya masalah pencemaran serius di Jakarta. Dalam pengumuman tersebut, Direktur Jendral Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, M.R Karliyansyah juga menjabarkan jumlah hari kualitas udara berdasarkan indeks PM 2.5. Terungkap bawa selama tahun 2018 terdapat 34 hari dimana kualitas udara tergolong “Baik”, 122 hari dimana kualitas udara tergolong “Sedang”, semantara 196 hari di saat kualitas udara tergolong “Tidak Sehat”.
Bukan hanya Jakarta dan sekitarnya (kota penyangga di sekitar) yang mengalami kejelekan kualitas udaranya. Beberapa kota lain juga mengalami nasib yang sama terutama kota yang basis industrinya besar, walaupun belum separah Jakarta. Setidaknya Jakarta adalah warning bagi kota lain dan bagi Indonesia walaupun bukan tolok ukur kualitas udara secara nasional karena secara nasional Indonesia masih bagus dan segar udaranya. Setidaknya kehati-hatian semua ihak agar tetap menjaga kualitas udara perlu dan terus ditingkatkan.
Berkenaaan dengan hal tersebut belakangan pemerintah melalui BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) getol mengadakan uji emisi kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang dianggab tingggi tingkat polutannya. Mengapa uji emisi ini dilakukan? Tidak lain dan tidak bukan karena tingkat pencemaran udara yang sudah dianggab melebihi batas ambang kesehatan terutama di kota besar seperti Jakarta dan beberap kota penyangga sekitarnya. Bukan itu saja, karena tingginya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang memakai bahan baku batubara juga mengalami ancaman penutupan walaupun sebagian baru beroperasi beberapa tahun terakhir.
Kendaraan bermotor secara umum menghasilkan gas buang berupa CO2, A2O dan nitrogen di udara. Namun apabila pembakaran tidak sempurna (mesin sudah tua dan mengalami kerusakan) maka akan menghasilkan gas lain yang berbahaya bagi kehidupan seperti CO, hidrokarbon, NOx, dan zat partikulat. NOx dan THC yang bereaksi dengan sinar matahari menghasilkan pulusi berupa Photochemical smog yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Demikian juga dengan CO2 juga merupakan polutan yang dianggab menyebabkan terjadinya perubahan iklim di dunia. Pengujian emisi ini melibatkan perubahan temperatur, komposisi campuran udara dan bahan bakar serta beberapa parameter lain. Untuk Indonesia sendiri dalam pengujian emisi ini memakai standar Eropa.
Mengutip situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), uji emisi adalah cara untuk mengetahui kinerja mesin dan tingkat efisiensi pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor, dengan demikian akan mengurangi tingkat pencemaran udara secara simultan. Pengujian emisi ini memiliki ketentuan khusus bagi beberapa jenis kendaraan untuk lulus sesuai dengan kriterianya. Kelulusan uji ini memberikan dampak yang baik bagi lingkungan maupun kesehatan kendaraan itu sendiri. Uji emisi menjadi keharusan untuk setiap orang pemilik kendaraan bermotor sesuai Pasal 206 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelaksanaan uji emisi pun dilakukan mengacu pada SNI 09-7118.1-2005 untuk kendaraan bermotor bahan bakar bensin dengan kondisi idle dan SNI 7118-2:2008 untuk kendaraan bermotor bahan bakar solar dengan kondisi akselerasi bebas. Adapun, baku mutu emisi kendaraan bermotor yang diuji harus memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri LH Nomor 05 tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama atau merujuk pada Peraturan Daerah masing-masing yang mengatur uji emisi lebih khusus. Sebagai contoh, di Provinsi DKI Jakarta telah memberlakukan wajib uji emisi di wilayah Jakarta sesuai dengan Pergub 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
Uji emisi diharapkan bisa memberikan informasi sebenarnya tentang kondisi kendaraan dan efektivitas pembakaran bahan bakar dalam mesin kendaraan. Kendaraan bermotor yang memenuhi ketentuan emisi menujukan kendaraan dalam kondisi prima dan laik jalan. Dengan begitu, uji emisi kendaraan adalah bentuk kontribusi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran udara. Lulus uji emisi sama dengan mengurangi beban pencemaran udara dari sisa gas buang kendaraan bermotor.
Dari pengujian ini, dapat diketahui kinerja mesin yang terdeteksi oleh monitor khusus, termasuk tingkat efisiensi pembakaran dalam mesin. Efisiensi pembakaran yang baik dipengaruhi oleh perawatan kendaraan secara berkala sehingga awet dan tahan lama, kemudian irit bahan bakar, tarikan gas menjadi ringan dan tentunya menjadi ramah lingkungan. Selain itu, penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan juga berdampak pada kualitas emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Sehingga kalau uji emisi sering dilakukan terutama kepada kendaraan yang tingkat potensi encemarannya rendah seperti bus dan truk yang memekai bahan bakar solar dengan kondisi mesin yang kurang bagus namun masih ada yang dipaksakan untuk jalan, akan sangat mengganggu kualitas udara ini.
Namun untuk pengendalian pencemaran udara yang semakin meningkat ini tentunya tidak sesederhana dengan uji emisi saja, tetapi butuh kebijakan yang menyeluruh mulai hulu sampai hilir, mulai kebijakan industri sampai kebijakan fiskal yang berhubungan dengan pencemaran. Industri harus diarahkan kepada efisiensi pemakaian bahan bakar vosil yang banyak menghasilkan gas buang, tetapi pemakaian listrik nin bahan bakar vosil perlu dipertimbangkan untuk dianaikan apasitasnya. Demikian juga dengan kendaraan, pemerintah harus berani mengambil kebijakan agar pemekaian bahan bakar resiko tinggi terhadap udara juga semakin dialihkan ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Sehingga ketika masyarakat masih banyak menggunkan kendaraan yang berbahan bakar kurang ramah kepada lingkungan mestinya jangan disalahkan dulu publik, namun kebijakan pemerintah tentang produksi kendaraan yang tidak lingkungan harus dievaluasi dulu.
Oleh 1. Agus Prasmono (Pengamat Sosial,tinggal di Ponorogo,Jatim) 2. Priyono (Takmir Masjid Al Ikhla...
Oleh 1. Agus Prasmono (Pengamat Sosial,tinggal di Ponorogo,Jatim) 2. Priyono (Takmir Masjid Al Ikhlas, Sumberejo, Klaten Selatan) Quote bulan ra...
Oleh: Agus Prasmono, M.Pd. (Alumnus Departemen Geografi Unversitas Negeri Malang/UM) Kondisi udara dibeberapa kota besar di Indonesai semakin me...
Projek penguatan profil pelajar pancasila (P5) adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optima...
Acara Dibuka langsung oleh Kepala Sekolah SMAN 1 Parang, Yang di hadiri Oleh Bupati Magetan Suprawoto, Forkopimca Parang, Guru SMAN 1 Parang, Da...
No comments yet.